Sekolah Dan Mencar Ilmu Orang Renta Mesti Ikut Serta
Bagi anak didik yang ada di seluruh dunia ataupun dimana saja berada ,bahwa sekolah berguru anak sungguh erat kaitanya simak alasanya selaku berikut:
Memercayai sekolah untuk mentransfer ilmu , atau mengandalkan guru les selaku kiprah pengganti orang renta yang sibuk maupun menginginkan inisiatif anak berguru sendiri , tidak cukup. Sebenarnya , yang dikehendaki anak , selain keterlibatan secara teknis dalam pendidikan , mereka juga memerlukan kedekatan emosi dan sentuhan personal dengan orang tuanya secara langsung. Sebab hal ini akan mengembangkan kesanggupan berguru anak.
Tapi , pasti bukan dengan cara yang menuntut atau memaksa , melainkan keterlibatan orang renta yang secara suportif-positif. Belajar mesti menggembirakan , bukannya sesuatu yang stressful.
Menurut psikolog anak , Ine I. Aditya M.Psi , satu-satunya cara yang mesti ditangani orang renta yaitu dengan berpikir kritis , melek wawasan dan inovatif dalam mengajarkan materi. Keterlibatan orang renta dan cara mendidik yang sempurna akan menghasilkan anak berpikir bahwa berguru yaitu hal yang menggembirakan dan pelajaran pun mudah diserap.
Penting bagi orang renta untuk mendorong anak berguru sesuai dengan sistem berguru yang ia sukai. “Jika bawah umur merasa terpaksa berguru dengan sistem yang berlawanan dengan cara yang ia senangi , anak akan merasa berat dan ujung-ujungnya merasa malas ,” tambah Ine.
Cara berguru yang tidak sempurna kadang-kadang juga dapat menjadi salah satu penyebab anak kerap mendapat nilai akademis yang buruk. Dan ironisnya , menurut Ine , menurut apa yang sering ia jumpai , para orang renta bukannya mencari tahu penyebabnya , mereka justru keburu kalut dan menilai anaknya bodoh.
Orang renta juga mesti pandai mengorganisir emosi di saat mengenali anaknya mendapat nilai jelek. Kecewa pasti boleh , namun jangan lantas terlalu diberatkan pada anak dengan reaksi emosi yang berlebihan. (Baca: Hari Pertama Sekolah , Orang Tua Juga Harus Aktif).
“Wajar saja orang renta punya prospek anak bisa mendapat nilai bagus. Namun , kita mesti bisa mengenal huruf anak , apakah ia suka dengan pelajaran tersebut , apakah lantaran low-motivation atau ketidakcocokan lain yang menjadi penyebab dasar. Jangan hingga kita cuma konsentrasi pada kelemahannya saja ,” ungkap Ine , yang menyayangkan bahwa orang renta juga kerap lupa bahwa anak memiliki kekuatan di lain hal.
Beri waktu pada anak untuk pembiasaan dengan sistem berguru yang berlaku di sekolahnya. Masing-masing anak bisa berlainan waktu adaptasinya , namun 6 bulan bisa jadi dosis apakah anak menikmati proses belajar. “Tanyakan terhadap anak apakah ia senang , menyerupai apa mood-nya , bagaimana laporan dari gurunya. Jika dalam periode tersebut anak stres berat dan tidak ada perkembangan , mungkin bisa mencari pilihan lain yang lebih baik untuk perkembangan anak ,” ungkapnya.
Ingat , jangan konsentrasi cuma pada nilai akademis. Ada pendidikan huruf dan kecerdikan pekerti yang serupa pentingnya dengan angka-angka pada rapor anak. Sayangnya , inilah yang jarang menjadi perhatian orang renta kini.
“Mungkin lantaran terlalu fokus di nilai akademis , banyak dari kita yang lupa bahwa nilai-nilai kecerdikan pekerti itu lebih dikehendaki dalam kehidupan sehari-hari ,” papar Ine , yang menuturkan bahwa krisisnya pendidikan kecerdikan pekerti dalam keluarga juga disebabkan oleh paparan info yang bebas lewat internet atau media massa yang tidak baik.
Melihat keadaan sekitarnya , Nina Susilo oke bahwa anak zaman kini terasa kurang beretika dan tidak sopan. Pasalnya , menurut apa yang diceritakan putranya di sekolah , ada anak yang kalau ditegur gurunya justru merespons dengan kata-kata , “So what?”
“Zaman saya dahulu , mana berani bilang begitu di saat dimarahi guru. Yang ada , kita malah dieksekusi ,” ujar Nina , menyayangkan hal ini. Dwi Indaryati (49) , guru SDK Penabur Bintaro , menyampaikan , “Awalnya kami memang tidak terlampau konsentrasi pada pengembangan huruf dan adat siswa. Tapi , memasuki tahun 2000-an , kami secepatnya berbenah dengan membekali pendidikan huruf sejak kelas 1 SD ,” jelasnya.
Misalnya diberi kiprah bercerita , meliputi tema berterima kasih , menolong orang renta dan meminta maaf. “Anak akan berguru mengenai adat dan kecerdikan pekerti. Termasuk diharuskan bersikap sopan , mengucapkan salam dan terima kasih terhadap siapa saja di dalam sekolah , tergolong guru , staf sekolah , bahkan satpam sekalipun ,” tambah Dwi.
Bagi pengamat pendidikan Darmaningtyas , kunci penting pendidikan kecerdikan pekerti terletak pada keteladanan guru , orang renta , dan pemimpin. “Karena , percuma saja diberikan mata pelajaran kecerdikan pekerti kalau yang mereka saksikan di rumah , sekolah , penduduk , atau televisi banyak langkah-langkah tidak berkarakter yang dapat mereka tiru ,” jelasnya.
Di abad globalisasi , di saat info tersebar luas dan bebas , tayangan yang memiliki huruf dan kecerdikan pekerti susah ditemui. Berbeda dengan puluhan tahun kemudian , di saat stasiun televisi cuma ada TVRI , yang diakui oleh Darma sungguh informatif dan edukatif untuk anak dengan memperlihatkan pertunjukan seni dan budaya banyak sekali daerah yang secara tidak pribadi menanamkan benih-benih keragaman.
Pentingnya kiprah serta keluarga , sekolah , dan penduduk juga telah pernah dicetuskan oleh pendekar pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam pedoman Tripusat Pendidikan. Ketiga pihak penting tersebut turut menyeleksi kesuksesan anak di masa mendatang.
“Tetapi , yang berfungsi kini tinggal sekolah saja. Pendidikan penduduk telah hilang , sedangkan di keluarga , utamanya kelas menengah bawah , tidak ada lagi. Akibatnya , pendidikan huruf tidak tercermin pada mereka , lantaran yang utama bagi mereka yaitu keperluan pragmatis yang sanggup terpenuhi ,” kata Darma , menyayangkan.
Kendati demikian , rasanya tak ada kata telat untuk mengembalikan kiprah orang renta selaku guru pertama dan utama dalam kehidupan tiap anak. Pegiat pendidikan , Henny Supolo , yakin bahwa apa pun yang ditangani orang renta dari berdiri hingga kembali tidur yaitu pengabdian untuk pendidikan anak mereka.
“Saya yakin , semua acara antara orang renta dan anak isinya yaitu pendidikan. Ini yaitu penggalan dari keseharian dan proses berguru yang tidak sanggup dipisahkan ,” ungkapnya. Hanya , perempuan yang juga menjadi ketua di Yayasan Cahaya Guru ini berharap , orang renta mengembangkan keterlibatan pendidikan dengan anak secara lebih maksimal. “Karena orang renta yaitu penggalan paling penting dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak ,” paparnya , optimistis
Sumber:www.femina.co.id
Demikan atas segala kerendahan hati , ,kami ucapakan banyak terima kasih semoga info ini memunculkan kita selaku orang renta yang menghargai akan anugrah ilahi ,Terima kasih
Memercayai sekolah untuk mentransfer ilmu , atau mengandalkan guru les selaku kiprah pengganti orang renta yang sibuk maupun menginginkan inisiatif anak berguru sendiri , tidak cukup. Sebenarnya , yang dikehendaki anak , selain keterlibatan secara teknis dalam pendidikan , mereka juga memerlukan kedekatan emosi dan sentuhan personal dengan orang tuanya secara langsung. Sebab hal ini akan mengembangkan kesanggupan berguru anak.
Tapi , pasti bukan dengan cara yang menuntut atau memaksa , melainkan keterlibatan orang renta yang secara suportif-positif. Belajar mesti menggembirakan , bukannya sesuatu yang stressful.
Penting bagi orang renta untuk mendorong anak berguru sesuai dengan sistem berguru yang ia sukai. “Jika bawah umur merasa terpaksa berguru dengan sistem yang berlawanan dengan cara yang ia senangi , anak akan merasa berat dan ujung-ujungnya merasa malas ,” tambah Ine.
Cara berguru yang tidak sempurna kadang-kadang juga dapat menjadi salah satu penyebab anak kerap mendapat nilai akademis yang buruk. Dan ironisnya , menurut Ine , menurut apa yang sering ia jumpai , para orang renta bukannya mencari tahu penyebabnya , mereka justru keburu kalut dan menilai anaknya bodoh.
Orang renta juga mesti pandai mengorganisir emosi di saat mengenali anaknya mendapat nilai jelek. Kecewa pasti boleh , namun jangan lantas terlalu diberatkan pada anak dengan reaksi emosi yang berlebihan. (Baca: Hari Pertama Sekolah , Orang Tua Juga Harus Aktif).
“Wajar saja orang renta punya prospek anak bisa mendapat nilai bagus. Namun , kita mesti bisa mengenal huruf anak , apakah ia suka dengan pelajaran tersebut , apakah lantaran low-motivation atau ketidakcocokan lain yang menjadi penyebab dasar. Jangan hingga kita cuma konsentrasi pada kelemahannya saja ,” ungkap Ine , yang menyayangkan bahwa orang renta juga kerap lupa bahwa anak memiliki kekuatan di lain hal.
Beri waktu pada anak untuk pembiasaan dengan sistem berguru yang berlaku di sekolahnya. Masing-masing anak bisa berlainan waktu adaptasinya , namun 6 bulan bisa jadi dosis apakah anak menikmati proses belajar. “Tanyakan terhadap anak apakah ia senang , menyerupai apa mood-nya , bagaimana laporan dari gurunya. Jika dalam periode tersebut anak stres berat dan tidak ada perkembangan , mungkin bisa mencari pilihan lain yang lebih baik untuk perkembangan anak ,” ungkapnya.
Ingat , jangan konsentrasi cuma pada nilai akademis. Ada pendidikan huruf dan kecerdikan pekerti yang serupa pentingnya dengan angka-angka pada rapor anak. Sayangnya , inilah yang jarang menjadi perhatian orang renta kini.
“Mungkin lantaran terlalu fokus di nilai akademis , banyak dari kita yang lupa bahwa nilai-nilai kecerdikan pekerti itu lebih dikehendaki dalam kehidupan sehari-hari ,” papar Ine , yang menuturkan bahwa krisisnya pendidikan kecerdikan pekerti dalam keluarga juga disebabkan oleh paparan info yang bebas lewat internet atau media massa yang tidak baik.
Melihat keadaan sekitarnya , Nina Susilo oke bahwa anak zaman kini terasa kurang beretika dan tidak sopan. Pasalnya , menurut apa yang diceritakan putranya di sekolah , ada anak yang kalau ditegur gurunya justru merespons dengan kata-kata , “So what?”
“Zaman saya dahulu , mana berani bilang begitu di saat dimarahi guru. Yang ada , kita malah dieksekusi ,” ujar Nina , menyayangkan hal ini. Dwi Indaryati (49) , guru SDK Penabur Bintaro , menyampaikan , “Awalnya kami memang tidak terlampau konsentrasi pada pengembangan huruf dan adat siswa. Tapi , memasuki tahun 2000-an , kami secepatnya berbenah dengan membekali pendidikan huruf sejak kelas 1 SD ,” jelasnya.
Misalnya diberi kiprah bercerita , meliputi tema berterima kasih , menolong orang renta dan meminta maaf. “Anak akan berguru mengenai adat dan kecerdikan pekerti. Termasuk diharuskan bersikap sopan , mengucapkan salam dan terima kasih terhadap siapa saja di dalam sekolah , tergolong guru , staf sekolah , bahkan satpam sekalipun ,” tambah Dwi.
Bagi pengamat pendidikan Darmaningtyas , kunci penting pendidikan kecerdikan pekerti terletak pada keteladanan guru , orang renta , dan pemimpin. “Karena , percuma saja diberikan mata pelajaran kecerdikan pekerti kalau yang mereka saksikan di rumah , sekolah , penduduk , atau televisi banyak langkah-langkah tidak berkarakter yang dapat mereka tiru ,” jelasnya.
Di abad globalisasi , di saat info tersebar luas dan bebas , tayangan yang memiliki huruf dan kecerdikan pekerti susah ditemui. Berbeda dengan puluhan tahun kemudian , di saat stasiun televisi cuma ada TVRI , yang diakui oleh Darma sungguh informatif dan edukatif untuk anak dengan memperlihatkan pertunjukan seni dan budaya banyak sekali daerah yang secara tidak pribadi menanamkan benih-benih keragaman.
Pentingnya kiprah serta keluarga , sekolah , dan penduduk juga telah pernah dicetuskan oleh pendekar pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam pedoman Tripusat Pendidikan. Ketiga pihak penting tersebut turut menyeleksi kesuksesan anak di masa mendatang.
“Tetapi , yang berfungsi kini tinggal sekolah saja. Pendidikan penduduk telah hilang , sedangkan di keluarga , utamanya kelas menengah bawah , tidak ada lagi. Akibatnya , pendidikan huruf tidak tercermin pada mereka , lantaran yang utama bagi mereka yaitu keperluan pragmatis yang sanggup terpenuhi ,” kata Darma , menyayangkan.
Kendati demikian , rasanya tak ada kata telat untuk mengembalikan kiprah orang renta selaku guru pertama dan utama dalam kehidupan tiap anak. Pegiat pendidikan , Henny Supolo , yakin bahwa apa pun yang ditangani orang renta dari berdiri hingga kembali tidur yaitu pengabdian untuk pendidikan anak mereka.
“Saya yakin , semua acara antara orang renta dan anak isinya yaitu pendidikan. Ini yaitu penggalan dari keseharian dan proses berguru yang tidak sanggup dipisahkan ,” ungkapnya. Hanya , perempuan yang juga menjadi ketua di Yayasan Cahaya Guru ini berharap , orang renta mengembangkan keterlibatan pendidikan dengan anak secara lebih maksimal. “Karena orang renta yaitu penggalan paling penting dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak ,” paparnya , optimistis
Sumber:www.femina.co.id
Demikan atas segala kerendahan hati , ,kami ucapakan banyak terima kasih semoga info ini memunculkan kita selaku orang renta yang menghargai akan anugrah ilahi ,Terima kasih
Tidak ada komentar untuk "Sekolah Dan Mencar Ilmu Orang Renta Mesti Ikut Serta"
Posting Komentar